DAUN pisang tua ternyata bisa dimanfaatkan menjadi mesin pencetak
uang. Caranya, daun didaur ulang untuk membuat kerajinan seperti tas,
kotak pensil, topeng, dan kotak penyimpanan barang. Aneka produk
berbahan baku daun pisang tetap menonjolkan ciri khas Lampung yaitu
motif tapis dan kapal.
Sarwo Edhi Wibowo (30), pengrajin produk
bahan daur ulang daun pisang mengatakan, pemanfaatkan daun pisang
bernilai tersebut ia mulai sejak setengah tahun lalu. "Sayang kalau daun
pisang tua cuma dibuang begitu saja, makanya saya tertarik
memanfaatkannya membuat produk kerajinan," tutur Sarwo Edhi, Kamis
(11/11/2010)
Pria yang akrab disapa Edhi ini menerangkan, proses
pembuatan aneka produk kerajinan dari bahan daun pisang cukup sederhana.
Ia tinggal mengambil daun pisang tua dari batang pohon di sekitar
pekarangan rumahnya.
"Daun pisang tua yang sudah kering yang
dipilih. Kemudian dijemur dahulu selama empat hari. Setelah itu, proses
pembuatan aneka kerajainan dimulai dengan daun pisang tua sebagai bahan
baku utama ditambah bahan dasar sisa slongsongan kertas gulungan kain,"
katanya.
Selongsongan kertas gulungan kain didapat Edhi dari toko
konveksi atau kain dengan membeli Rp 2 ribu per kilogram. Itu digunakan
sebagai bahan membentuk pola kotak, lingkaran ataupun tabung untuk
menjadi produk tas, kotak pensil, topeng, dan lain-lain.
"Selongsongan
yang sudah jadi dalam bentuk pola kemudian di lem bagian dalamnya
menggunakan lem kayu. Setelah di lem lalu dibungkus dengan daun pisang
mengikuti bentuk pola kotak, tabung, ataupun lingkaran," katanya.
Untuk
mempercantik tampilan produk, langkah selanjutnya melakukan proses
pengukiran menggunakan campuran pasta seperti biang warna, super white,
dan lem kayu.
Warna serat pisang umumnya cokelat muda, agar lebih menarik, Edhi melapisinya menggunakan cat plitur.
Menurutnya,
dari proses pengukiran itulah motif khas tapis, kapal Lampung
dimunculkan sebagai nilai jual kepada konsumen. Untuk satu produk dari
proses awal hingga jadi, waktu penyelesaian setengah hari.
Edhi
tidak bekerja sendiri dalam membuat produk kerajinan ini. Dua orang
temannya turut serta membantu di rumah Edhi yang terletak di Jalan
Tondano nomor 19, Kedaton, Bandar Lampung.
Untuk produk kerajinan
yang sudah jadi, harga yang ditetapkan disesuaikan dengan jenis
produknya. "Tas ukuran kecil dan kotak harganya Rp 60 ribu-75 ribu. Tas
dan kotak multifungsi, bisa sebagai pajangan di rumah, ataupun dikenakan
ketika menghadiri pesta," kata Edhi.
"Bahkan sebagai kemasan
untuk kopi luwak pun cocok. Ada juga produk kotak pensil yang dijual Rp
25 ribu, topeng Rp 50 ribu, asbak Rp 10 ribu, bungkus korek api Rp 5
ribu.
Ketika ditanya omzet per bulan yang diraup, Edhi terkesan
sedikit malu. "Nggak tentu mas, kadang per bulan bisa dapat Rp 1 juta-Rp
1,5 juta, tergantung laku atau tidaknya produk kita."
Untuk
memasarkan produk kerajinan masih menjadi kendala utama bagi pria ini.
Edhy baru sebatas menjual di rumah, atau ikut serta dalam pameran.
Dijual di luar kota pun baru bisa merambah ke Jakarta dan Bandung dengan
memanfaatkan relasi temannya.
Sumber : http://www.tribunnews.com/2010/11/12/daun-pisang-tua-dikemas-menjadi-tas-bernilai-tinggi
|