A.Pendahuluan
Negara Indonesia telah berkomitmen
untuk memasuki dan mengimplementasikan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
untuk pendidikan. Sejak tahun 90-an telah dilakukan berbagai macam ujii coba
pendidikan berbasis TIK terutama pada jenjang pendidikan tinggi (dikti) dan
sekolah menengah kejuruan (SMK). Targetnya adalah menjangkau seluruh jenjang
dan jalur pendidikan.
“Tahun ini kita sudah memberikan akses ke lebih dari sepuluh
ribu sekolah terutama SMA dan SMK, bahkan SD dan SMP pun sudah mulai online.
Semua perguruan tinggi negeri sekarang sudah online dengan Jejaring
Pendidikan Nasional (Jardiknas) dan lebih 100 perguruan tinggi swasta sudah online,”
kata Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo usai membuka Simposium
Internasional Open, Distance, and E-Learning 2007 di Discovery Kartika Plaza,
Kuta, Denpasar, Bali, Rabu (14/11).
Bambang menyampaikan, kebijakan pemanfaatan TIK untuk
pendidikan ini adalah terobosan yang dilakukan secara masal. Saat ini, kata
Bambang, sebanyak 70 persen SMK sudah memiliki laboratorium komputer, sedangkan
SMA sebanyak 30 persen dan SMP 20 persen. “Pada tahun 2008 pengadaan komputer
di sekolah-sekolah akan dilakukan secara besar-besaran, ” katanya.
Menurut Bambang, strategi pemanfaatan TIK dimulai dari
jenjang pendidikan yang paling siap. Perguruan tinggi, kata dia, telah memulai
terlebih dahulu, kemudian pemberian akses dimulai dari jenjang SMA, SMK, dan
SMP. “Biasanya daerah perkotaan lebih siap untuk memulai, kemudian kita
rembetkan ke daerah pedesaan.”
Lebih lanjut Bambang mengatakan, program TIK tidak hanya
dibatasi pada pendidikan formal, bahkan sekarang pun pada pendidikan nonformal
sudah terdapat program TIK. Saat ini, kata dia, telah diselenggarakan program
kursus komputer yang pada akhir program memberikan sertifikasi bertaraf
internasional. “Sertifikasi itu namanya International Computer Driving License
(ICDL). Ini mulai dikembangkan pada pendidikan nonformal,” ujarnya.
Penerapan TIK, kata Bambang, sejak tahun 2005 juga
mengembangkan pendidikan menggunakan sarana televisi terutama untuk jenjang
SMP. “Semua SMP sekarang sudah menjadi bagian dari TV Education (TVE). Suatu
saat nanti antara pendidikan berbasis televisi dan TIK dapat diintergrasikan,
sehingga komunikasi lebih sempurna lagi,” katanya. (dalam pers depdiknas)
Kehadiran dan kecepatan Perkembangan teknclogi
informasi (selanjutnya disebut TI) telah menyebabkan terjadinya proses
Perubahan dramatis dalam segala aspek kehidupan. Kehadiran TI tidak memberikan
pilihan lain kepada dunia pendidikan selain turut serta dalam memanfaatkannya.
TI sekarang ini memungkinkan terjadinya proses komunikasi yang bersifat global
dari dan ke seluruh penjuru dunia sehingga Batas wilayah suatu negara menjadi
tiada dan negara – negara di dunia terhubungkan menjadi satu kesatuan yang
disebut global village atau desa dunia. Melalui Pemanfaatan TI, siapa saja
dapat memperoleh layanan pendidikan dari institusi pendidikan mana saja. di
mana saja, dan kapan saja dikehendaki. Secara khusus, Pemanfaatan TI dalam
pembelajaran dipercaya dapat:
(a) meningkatkan kualitas pembelajaran,
(b)
mengembangkan keterampilan TI (IT skills) yang diperlukan oleh siswa
ketika bekerja dan dalarn kehidupannya nanti,
(c)
memperluas akses terhadap pendidikan dan Pcmbelajaran,
(d)
menjawab the technological imperative” (keharusan berparpartisipasi
dalam TI).
(e)
mengurangi biaya pendidikan.
(f)
meningkatkan rasio biaya manfaat dalam pendidikan.
Sistem pendidikan yang tidak memanfaatkan TI
akan menjadi kadaluarsa dan kehilangan kredibilitasnya. Namun, di sisi lain ada
juga pendapat yang menyatakan bahwa situasi ini lebih disebabkan oleh adanya
konspirasi yang mengakibatkan terjadinya ketergantungan dunia pendidikan
terhadap TI. Kedua pendapat itu tidak perlu diperdebatkan karena memiliki
kesahihan tersendiri dan persepektif yang berbeda. Justru, yang seharusnya
menjadi perhatian adalah bagaimana dampak TI terhadap sistem pendidikan,
terutama sistem pembelajaran, serta hagaimana strtcgi Pemanfaatan TI dalam
pembelajaran? Tentunya, untuk semua itu diperlukan langkah – langkah strategis
agar dapat diperoleh basil yang optimal.
Pembelajaran merupakan salah satu subsistem yang
tidak luput dari arus perubahan yang disebahkan oleh kehadiran TI yang sangat
intrusif: Dengan segala atributnya, TI menjadi hal yang tidak dapat dihindarkan
lagi dalam sistem pembelajaran di kelas. Beragam kemungkinan ditawarkan oleh TI
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Di antaranya ialah (1) “T’1
untuk peningkatan dan pengembangan kemampuan profesional tenaga pengajar, (2)
TI sebagai sumber bclajar dalam pembelajaran, (3) TI sebagai alat bantu
interaksi pembelajaran. dan (4 ) TI sebagai wadah pembelajaran, tennasuk juga
perubahan paradigma pembelajaran yang diakibatkan oleh pemanfatan TI dalam
pembelajaran.
B. Teknologi komunikasi dan
informasi dalam pendidikan
Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya
dalam proses pembelajaran. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya
penggunaan TIK ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu: (1)
dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja,
(3) dari kertas ke “on line” atau saluran, (4) fasilitas fisik ke fasilitas
jaringan kerja, (5) dari waktu siklus ke waktu nyata. Komunikasi sebagai
media pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi
seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara guru dan
siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan
dengan menggunakan media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa
harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh
informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau
ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir
adalah berkembangnya apa yang disebut “cyber teaching” atau pengajaran maya,
yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah
lain yang makin poluper saat ini ialah e-learning yaitu satu
model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi
khususnya internet. Menurut Rosenberg (2001; 28), e-learning merupakan satu
penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan
luas yang belandaskan tiga kriteria yaitu: (1) e-learning merupakan jaringan
dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi
materi ajar atau informasi, (2) pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui
komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar, (3) memfokuskan
pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma
pembelajaran tradisional. Saat ini e-learning telah berkembang
dalam berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK seperti: CBT
(Computer Based Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning,
Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop
Videoconferencing, ILS (Integrated Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom),
Teleconferencing, WBT (Web-Based Training), dsb.
Satu bentuk produk TIK adalah internet yang
berkembang pesat di penghujung abad 20 dan di ambang abad 21. Kehadirannya
telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam
berbagai aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu instrumen dalam era
globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan terhubungkan
dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal batas-batas kewilayahan atau kebangsaan.
Melalui internet setiap orang dapat mengakses ke dunia global untuk memperoleh
informasi dalam berbagai bidang dan pada glirannya akan memberikan pengaruh
dalam keseluruhan perilakunya. Dalam kurun waktu yang amat cepat beberapa
dasawarsa terakhir telah terjadi revolusi internet di berbagai negara serta
penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan. Keberadaan internet pada masa
kini sudah merupakan satu kebutuhan pokok manusia modern dalam menghadapi
berbagai tantangan perkembangan global. Kondisi ini sudah tentu akan memberikan
dampak terhadap corak dan pola-pola kehidupan umat manusia secara keseluruhan.
Dalam kaitan ini, setiap orang atau bangsa yang ingin lestari dalam menghadapi
tantangan global, perlu meningkatkan kualitas dirinya untuk beradaptasi dengan
tuntutan yang berkembang. TIK telah mengubah wajah pembelajaran yang
berbeda dengan proses pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi
tatap muka antara guru dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas.
Di masa-masa
mendatang, arus informasi akan makin meningkat melalui jaringan internet yang
bersifat global di seluruh dunia dan menuntut siapapun untuk beradaptasi dengan
kecenderungan itu kalau tidak mau ketinggalan jaman. Dengan kondisi demikian
maka pendidikan khususnya proses pembelajaran cepat atau lambat
tidak dapat terlepas dari keberadaan komputer dan internet sebagai alat bantu
utama. Majalah Asiaweek terbitan 20-27 Agustus 1999 telah menurunkan
tulisan-tulisan dalam tema “Asia in the New Millenium” yang memberikan gambaran
berbagai kecenderungan perkembangan yang akan terjadi di Asia dalam berbagai
aspek seperti ekonomi, politik, agama, sosial, budaya, kesehatan, pendidikan,
dsb. termasuk di dalamnya pengaruh revolusi internet dalam berbagai dimensi kehidupan.
Salah satu tulisan yang berkenaan dengan dunia pendidikan disampaikan oleh
Robin Paul Ajjelo dengan judul “Rebooting:The Mind Starts at School”. Dalam
tulisan tersebut dikemukakan bahwa ruang kelas di era millenium yang akan
datang akan jauh berbeda dengan ruang kelas seperti sekarang ini yaitu dalam
bentuk seperti laboratorium komputer di mana tidak terdapat lagi format anak
duduk di bangku dan guru berada di depan kelas. Ruang kelas di masa yang akan
datang disebut sebagai “cyber classroom” atau “ruang kelas maya” sebagai tempat
anak-anak melakukan aktivitas pembelajaran secara individual maupun kelompok
dengan pola belajar yang disebut “interactive learning” atau pembelajaran
interaktif melalui komputer dan internet. Anak-anak berhadapan dengan komputer
dan melakukan aktivitas pembelajaran secara interaktif melalui jaringan
internet untuk memperoleh materi belajar dari berbagai sumber belajar. Anak
akan melakukan kegiatan belajar yang sesuai dengan kondisi kemampuan
individualnya sehingga anak yang lambat atau cepat akan memperoleh pelayanan
pembelajaran yang sesuai dengan dirinya. Kurikulum dikembangkan sedemikian rupa
dalam bentuk yang lebih kenyal atau lunak dan fleksibel sesuai dengan kondisi
lingkungan dan kondisi anak sehingga memberikan peluang untuk terjadinya proses
pembelajaran maju berkelanjutan baik dalam dimensi waktu maupun ruang dan
materi. Dalam situasi seperti ini, guru bertindak sebagai fasilitator
pembelajaran sesuai dengan peran-peran sebagaimana dikemukakan di
atas.
Dalam tulisan itu, secara ilustratif disebutkan bahwa di masa-masa
mendatang isi tas anak sekolah bukan lagi buku-buku dan alat tulis seperti
sekarang ini, akan tetapi berupa: (1) komputer notebook dengan akses
internet tanpa kabel, yang bermuatan materi-materi belajar yang berupa bahan
bacaan, materi untuk dilihat atau didengar, dan dilengkapi dengan kamera
digital serta perekam suara, (2) Jam tangan yang dilengkapi dengan data
pribadi, uang elektronik, kode sekuriti untuk masuk rumah, kalkulator, dsb. (3)
Videophone bentuk saku dengan perangkat lunak, akses internet, permainan,
musik, dan TV, (4) alat-alat musik, (5) alat olah raga, dan (6) bingkisan untuk
makan siang. Hal itu menunjukkan bahwa segala kelengkapan anak sekolah di
masa itu nanti berupa perlengkapan yang bernuansa internet sebagai alat bantu
belajar.
Meskipun teknologi informasi komunikasi dalam bentuk
komputer dan internet telah terbukti banyak menunjang proses pembelajaran anak
secara lebih efektif dan produktif, namun di sisi lain masih banyak kelemahan
dan kekurangan. Dari sisi kegairahan kadang-kadang anak-anak lebih bergairah
dengan internetnya itu sendiri dibandingkan dengan materi yang dipelajari.
Dapat juga terjadi proses pembelajaran yang terlalu bersifat individual
sehingga mengurangi pembelajaran yang bersifat sosial. Dari aspek informasi
yang diperoleh, tidak terjamin adanya ketepatan informasi dari internet
sehingga sangat berbahaya kalau anak kurang memiliki sikap kritis terhadap
informasi yang diperoleh. Bagi anak-anak sekolah dasar penggunaan internet yang
kurang proporsional dapat mengabaikan peningkatan kemampuan yang bersifat
manual seperti menulis tangan, menggambar, berhitung, dsb. Dalam hubungan ini
guru perlu memiliki kemampuan dalam mengelola kegiatan pembelajaran secara
proporsional dan demikian pula perlunya kerjasama yang baik dengan orang tua
untuk membimbing anak-anak belajar di rumah masing-masing.
C.
Pergeseran pandangan tentang pembelajaran
Untuk dapat memanfaatkan TIK dalam memperbaiki mutu pembelajaran, ada
tiga hal yang harus diwujudkan yaitu (1) siswa dan guru harus memiliki akses
kepada teknologi digital dan internet dalam kelas, sekolah, dan lembaga
pendidikan guru, (2) harus tersedia materi yang berkualitas, bermakna, dan
dukungan kultural bagi siswa dan guru, dan (3) guru harus memilikio pengetahuan
dan ketrampilan dalam menggunakan alat-alat dan sumber-sumber digital untuk
membantu siswa agar mencaqpai standar akademik. Sejalan dengan pesatnya
perkembangan TIK, maka telah terjadi pergeseran pandangan tentang pembelajaran
baik di kelas maupun di luar kelas. Dalam pandangan tradisional di masa lalu
(dan masih ada pada masa sekarang), proses pembelajaran dipandang sebagai: (1)
sesuatu yang sulit dan berat, (2) upoaya mengisi kekurangan siswa, (3) satu
proses transfer dan penerimaan informasi, (4) proses individual atau soliter,
(5) kegiatan yang dilakukan dengan menjabarkan materi pelajaran kepada
satuan-satuan kecil dan terisolasi, (6) suatu proses linear. Sejalan dengan
perkembangan TIK telah terjadi perubahan pandangan mengenai pembelajaran yaitu
pembelajaran sebagai: (1) proses alami, (2) proses sosial, (3) proses aktif dan
pasif, (4) proses linear dan atau tidak linear, (5) proses yang berlangsung
integratif dan kontekstual, (6) aktivitas yang berbasis pada model kekuatan,
kecakapan, minat, dan kulktur siswa, (7) aktivitas yang dinilai berdasarkan
pemenuhan tugas, perolehan hasil, dan pemecahan masalah nyata baik individual
maupun kelompok.
Hal itu telah menguban peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran
guru telah berubah dari: (1) sebagai penyampai pengetahuan,
sumber utama informasi, akhli materi, dan sumber segala jawaban, menjadi sebagai
fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan
mitra belajar; (2) dari mengendalikan dan mengarahkan semua aspek
pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan lebih banyak
alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran.
Sementara itu peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami perubahan
yaitu: (1) dari penerima informasi yang pasif menjadi
partisipan aktif dalam proses pembelajaran, (2) dari mengungkapkan
kembali pengetahuan menjadi menghasilkan dan berbagai
pengetahuan, (3) dari pembelajaran sebagai aktiivitas individual
(soliter) menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain.
Lingkungan pembelajaran yang di masa lalu berpusat pada guru telah
bergesar menjadi berpusat pada siswa. Secara rinci dapat digambarkan sebagai
berikut:
Lingkungan
|
Berpusat
pada guru
|
Berpusat
pada siswa
|
Aktivitas kelas
|
Guru sebagai sentral dan bersifat
didaktis
|
Siswa sebagai sentral dan bersifat
interaktif
|
Peran guru
|
Menyampaikan fakta-fakta, guru
sebagai akhli
|
Kolaboratif, kadang-kadang siswa
sebagai akhli
|
Penekanan pengajaran
|
Mengingat fakta-fakta
|
Hubungan antara informasi dan
temuan
|
Konsep pengetahuan
|
Akumujlasi fakta secara kuantitas
|
Transformasi fakta-fakta
|
Penampilan keberhasilan
|
Penilaian acuan norma
|
Kuantitas pemahaman , penilaian
acuan patokan
|
Penilaian
|
Soal-soal pilihan berganda
|
Protofolio, pemecahan masalah, dan
penampilan
|
Penggunaan teknologi
|
Latihan dan praktek
|
Komunikasi, akses, kolaborasi,
ekspresi
|
D.
Kreativitas dan kemandirian belajar
Dengan memperhatikan pengalaman beberapa negara sebagaimana dikemukakan
di atas, jelas sekali TIK mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap proses
dan hasil pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. TIK telah
memungkinkan terjadinya individuasi, akselerasi, pengayaan, perluasan,
efektivitas dan produktivitas pembelajaran yang pada gilirannya akan
meningkatkan kualitas pendidikan sebagai infrastruktur pengembangan sumber daya
manusia secara keseluruhan. Melalui penggunaan TIK setiap siswa akan terangsang
untuk belajar maju berkelanjutan sesuai dengan potensi dan kecakapan yang
dimilikinya. Pembelajaran dengan menggunakan TIK menuntut kreativitas dan
kemandirian diri sehingga memungkinkan mengembangkan semua potensi yang
dimilikinya..
Dalam menghadapi tantangan kehidupan modern di abad-21 ini kreativitas
dan kemandirian sangat diperlukan untuk mampu beradaptasi dengan berbagai
tuntutan. Kreativitas sangat diperlukan dalam hidup ini dengan beberapa alasan
antara lain: pertama, kreativitas memberikan peluang bagi
individu untuk mengaktualisasikan dirinya, kedua, kreativitas
memungkinkan orang dapat menemukan berbagai alternatif dalam pemecahan masalah,
ketiga, kreativitas dapat memberikan kepuasan hidup, dan keempat,
kreativitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Dari segi
kognitifnya, kreativitas merupakan kemampuan berfikir yang memiliki kelancaran,
keluwesan, keaslian, dan perincian. Sedangkan dari segi afektifnya kreativitas
ditandai dengan motivasi yang kuat, rasa ingin tahu, tertarik dengan tugas
majemuk, berani menghadapi resiko, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan,
memiliki rasa humor, selalu ingin mencari pengalaman baru, menghargai diri sendiri
dan orang lain, dsb. Karya-karya kreatif ditandai dengan orisinalitas, memiliki
nilai, dapat ditransformasikan, dan dapat dikondensasikan. Selanjutnya
kemandirian sangat diperlukan dalam kehidupan yang penuh tantangan ini sebab
kemandirian merupakan kunci utama bagi individu untuk mampu mengarahkan dirinya
ke arah tujuan dalam kehidupannya. Kemandirian didukung dengan kualitas pribadi
yang ditandai dengan penguasaan kompetensi tertentu, konsistensi terhadap
pendiriannya, kreatif dalam berfikir dan bertindak, mampu mengendalikan
dirinya, dan memiliki komitmen yang kuat terhadap berbagai hal.
Dengan memperhatikan ciri-ciri kreativitas dan kemandirian tersebut,
maka dapat dikatakan bahwa TIK memberikan peluang untuk berkembangnya kreativitas
dan kemandirian siswa. Pembelajaran dengan dukungan TIK memungkinkan dapat
menghasilkan karya-karya baru yang orsinil, memiliki nilai yang tinggi, dan
dapat dikembangkan lebih jauh untuk kepentingan yang lebih bermakna. Melalui
TIK siswa akan memperoleh berbagai informasi dalam lingkup yang lebih luas dan
mendalam sehingga meningkatkan wawasannya. Hal ini merupakan rangsangan yang
kondusif bagi berkembangnya kemandirian anak terutama dalam hal pengembangan
kompetensi, kreativitas, kendali diri, konsistensi, dan komitmennya baik
terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain.
E. Peran guru
Semua hal itu tidak akan terjadi dengan sendirinya karena setiap siswa
memiliki kondisi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Siswa memerlukan
bimbingan baik dari guru maupun dari orang tuanya dalam melakukan proses
pembelajaran dengan dukungan TIK. Dalam kaitan ini guru memegang peran yang
amat penting dan harus menguasai seluk beluk TIK dan yang lebih penting lagi
adalah kemampuan memfasilitasi pembelajaran anak secara efektif. Peran guru
sebagai pemberi informasi harus bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan
sejumlah peran-peran tertentu, karena guru bukan satu-satunya sumber informasi
melainkan hanya salah satu sumber informasi. Dalam bukunya yang berjudul “Reinventing
Education”, Louis V. Gerstmer, Jr. dkk (1995), menyatakan bahwa di
masa-masa mendatang peran-peran guru mengalami perluasan yaitu guru sebagai:
pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar,
dan pengarang. Sebagai pelatih (coaches), guru harus memberikan
peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengembangkan cara-cara
pembelajarannya sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing. Guru hanya
memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja dan tidak memberikan satu cara yang
mutlak. Hal ini merupakan analogi dalam bidang olah raga, di mana pelatih hanya
memberikan petunjuk dasar-dasar permainan, sementara dalam permainan itu
sendiri para pemain akan mengembangkan kiat-kiatnya sesuai dengan kemampuan dan
kondisi yang ada. Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan
satu situasi interaksi belajar-mengajar, di mana siswa melakukan perilaku
pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif dan tidak ada jarak yang
kaku dengan guru. Disamping itu, guru diharapkan mampu memahami kondisi setiap
siswa dan membantunya ke arah perkembangan optimal. Sebagai manajer
pembelajaran, guru memiliki kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya
dalam mengelola keseluruhan kegiatan belajar-mengajar dengan mendinamiskan
seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran. Sebagai partisipan, guru
tidak hanya berperilaku mengajar akan tetapi juga berperilaku belajar dari
interaksinya dengan siswa. Hal ini mengandung makna bahwa guru bukanlah
satu-satunya sumber belajar bagi anak, akan tetapi ia sebagai fasilitator
pembelajaran siswa. Sebagai pemimpin, diharapkan guru mampu
menjadi seseorang yang mampu menggerakkan orang lain untuk mewujudkan perilaku
menuju tujuan bersama. Disamping sebagai pengajar, guru harus mendapat
kesempatan untuk mewujudkan dirinya sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam
berbagai kegiatan lain di luiar mengajar. Sebagai pembelajar, guru
harus secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta
meningkatkan kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang, guru
harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan
digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang mandiri
bukan sebagai tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku petunjuk yang
baku, melainkan sebagai tenaga yang kreatif yang mampu menghasilkan berbagai
karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus didukung oleh daya abstraksi dan
komitmen yang tinggi sebagai basis kualitas profesionaliemenya.
F. Teknologi informasi dan penerapannya dalam bidang pendidikan
Perkembangan Teknologi Informasi (TI) yang
demikian pesat telah mengubah paradigma manusia dan telah menyebar dalam setiap
aspek kehidupannya, serta memberikan dampak yang positif maupun negatif . Hal
ini telah menyebabkan munculnya paradigma baru, yaitu paradigma ‘`e” yang
berarti ‘electronic Paradigma ini mulai melekat dalam seluruh aspek
kehidupan kita dan teknologi ini akan merubah jalan hidup manusia. Dengan
munculnya paradigma “e”, akan memicu kita untuk better (multimedia
standard), faster (data communication process), accessbility (internet reaches
any point), available web-based & collaborative software.
Pengaruh penggunaan TI telah masuk dalam dunia
pendidikan, dan telah membawa dampak positip yang besar dalam sistem pendidikan
di Indonesia, serta menciptakan suatu paradigma baru dalam penyelenggaraan
pendidikan. Secara khusus TI mempunyai kemampuan dan kontribusi yang sangat
besar dalam merubah learning and teaching process, clan budaya
belajar. Perubaham paradigma ini, lebih mengarah pada terciptanya budaya learning
how lo learn,dan budaya long live learning yang tidak tergantung tempat dan
waktu.
Keunggulan TI yang diperankan oleh Internet
dalam menyediakan informasi apa saja, yang ditayangkan secara multimedia, telah
membawa perubahan dalam budaya belajar khususnya dalam Proses Relajar Mengajar
(PBM). Saat ini, hanyak lembaga pendidikan (berbagai negara, telah
menyelenggarakan pendidikan jarak jauh dengan menggunakan bantuan TI.
pendidikan seperti ini dinamakan sebagal e-Education, e-Learning, e-Campusi,
e-dgital, Tele-Educaton, Cyber-Campus, Virtual Universiy, dll. yang juga
dilengkapi dengan dgiital librarv atau virtual-library termasuk
didalamnya ebook.
Narnpaknya model pendidikan e-duction ini, akan sangat
diandalkan pada saat ini dan dimasa mendatang. Pada dekade berikutnya perubahan
besar yang terjadi adalah penggunaan teknologi dan delivery system. Model
e-Education dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk dapat
menjawab tantangan perkembangan TI, khususnya dalam dunia pendidikan di
Indonesia. Model yang dikembangkan dapat saja berbentuk off-line, real time,
dan online, yang bersifat non nteractive,, semi interactive. atau
,fulllv interactive. Penerapan e-Education perlu difokuskan pada learning
and teaching process, berarti bahwa model yang diciptakan juga harus
berbentuk e-Iearning dan e-tcarhing dan implementasinya
memerlukan suatu software. yang memiliki fasilitas learning space.
Pembelajaran yang menyenangkan disebut edutainment, perpaduan antara education
(pendidikan) dan entertainment (hiburan). Sebuah proses pembelajaran yang
didesain sedemikian rupa sehingga muatan pendidikan dan hiburan dapat
dikombinasikan dengan harmonis. Sebuah proses pembelajaran yang interaktif yang
memberikan ruang kepada siswa untuk mengalami, rnencoba, merasakan, dan
menemukan sendiri. Dave Meier (2000) dalam Khoiruddin Bashori menyatakan, sudah
saatnya pembelajaran pola lama diganti dengan pendekatan SAVI (Somatic,
Auditory. Visual, dan Intellectual). Somatic didefinisikan
sebagai learning by moving and doing (belajar dengan bergerak dan
berbuat). Auditory adalah learning by talking and hearing (belajar
dengan berbicara dan mendengarkan). Visual diartikan learning by observing
and picturing (belajar dengan mengamati dan mcnggambarkan). Intellectual
maksudnya adalah learning bv problem solving and reflecting (belajar
dengan pemecahan masalah dan melakukan refleksi). Keempat pendekatan belajar
tersebut diintegrasikan sedemikian rupa sehingga siswa dan guru dapat secara
bersama-sama menghidupkan suasana kelas. Kelas, dengan pendekatan ini tidak
lagi seperti kuburan, akan tetapi merupakan arena bermain yang menyenangkan
bagi anak. Pclajaran dikenalkan dalam suasana bermain dan bereksperimen.
Suasana kelas yang menggairahkan sangat bermanfaat tidak saja bagi peningkatan
prestasi belajar siswa, tetapi Juga menurunkan stress, meningkatkan ketrampilan
interpersonal, dan kreativitas siswa.
Di masa depan, proses belajar akan semakin
mandiri; diarahkan sendiri dan dipenuhi sendiri. Ini herarti siswa perlu
diberikan cukup ruang untuk mengeksplorasi, bereksperimen dan mengajari dirinva
sendiri. Model pendidikan tradisional yang serius dan over-regulasi perlu
diganti dengan belajar mandiri, berdasarkan prinsip-prinsip ilmu kognitif
modern. Dengan model ini kecintaan belajar secara alami akan tumbuh dalam diri
setiap orang. Semangat otodidak dapat berkembang subur. Setiap individu
mcmi!iki gaya belajar dan gava bekerja yang unik, maka sekolah semestinya dapat
melayani setiap gaya belajar individu. Sebagian orang lebih mudah belajar
secara visual: melihat gambar dan diagram. Sebagian lain secara auditorial;
suka mendengarkan. Sebagian lain mungkin adalah pelajar haptic: menggunakan
indera perasa atau mcnggerakkan tubuh (pelajar kinestetik). Beberapa orang
berorentasi pada teks tercetak; membaca buku. Yang lainnya adalah kelompok
interaktif; berinteraksi dengan orang lain. (Dryden &Vos, 2001 dalam
Khoiruddin Bashori).
G. Optimalisasi Pemanfaatan TI dalam Pembelajaran
Kehadiran TI pada saat ini sudah tidak mungkin
dihindarkan lagi. Oleh karena itu, diperlukan kesiapan untuk menerima TI, dan
kemampuan untuk memanfaatkanya seoptimal mungkin. Untuk dapat memanfaatkan TI
dalam pembelajaram secara optimal, diperlukan hal – hal berikut:
(1)
Visi Pembelajaran – yang menjelaskan bagaimana pembelajaran seharusnya:
karakteristik, proses dan paradigmanya – di masa mendatang. TI mcmbawa
peruhahan dalam berbagai aspek pembelajaran, termasuk paradigma
pernbelajarannya. Apakah pembelajaran tetap berfokus pada materi dan tenaga
pengajar Ataukah pembelajaran yang diinginkan adalah yang berfokus pada siswa
atau kompetensi? Apakah pembelajaran akan memiliki sifat fleksibel, dari sisi
peserta pembelajaran serta akses? Apakah pembela.jaran dipersepsikan memerlukan
TI? Dalam hal ini, perlu ada kejelasan isi pembelajaran yang memamfaatkan TI,
sehingga TI dapat dimanfaatkan dengan optimal.
(2)
Realokasi sumber daya – hal ini sangat penting karena dari waktu ke waktu
penerimaan setiap lembaga pendidikan relatif tidak meningkat. Untuk
memanfaatkan TI, yang memiliki initial cost yang sangat timggi, diperlukan
keberanian pimpinan Lembaga pendidikan untuk mereloalokasikan sumber daya
sesuai denganprioritas yang ditentukan. Alokasi sumberdaya ini dapat dibuat
secara bertahap dan sistematis.
3).
Strategi implementasi – Sesuai dengan alokasi sumberdaya yang dibuat bertahap,
maka strategi implementasi pun perlu dilakukan secara bertahap dan sistematik.
Pentahapan ini menjamin bahwa langkah yang dilakukan tidak terlalu besar
sehingga dapat memutarbalikkan tradisi pembelajaran yang sekarang sudah
bcrjalan dan banyak orang sudah merasa nyaman dengan hal itu. Pentahapan juga
dapat memberikan gambaran tentang keuntungan dari pemanfaatun TI, contoh
keberhasilan pemanfaatan TI yang kemudian dapat dimamfaatkan kepada kasus-kasus
lainnya, serta nilai tambah yang dapat diperoleh melalui pemanfaatan TI
(misalnya keterampilan tenaga pengajar, siswa)
(4)
Infrastruktur – sarana dan prasarana menjadi sangat penting dalam upaya
pemanfaaran TI dalam pembela’jaran. Pemanfaatan TI sangat bergantung pada
kehadiran perangkat keras pendukung, perangkat lunak, jaringan, serta
sumberdaya manusia yang dapat mendukung. Jika salah satu tidak tersedia, maka
pemanfaatan TI tidak akan optimal.
(5)
Akses siswa kepada TI – walaupun pemanfaatan sudah dirancang dengan sistematis
dan cermat, jika siswa tidak atau belum memiliki akses terhadap TI, maka
pemanfaatan TI akan menjadi beban semata. Jika memungkinkan, institusi
pendidikan dapat menyediakan TI yang dapat diakses oleh siswa atau institusi
pendidikan dapat menjamin bahwa siswa dapat mengakses TImisalnya melalui
penyediaan daftar warnet, computer and internet rental.
(6)
Kesiapan tenaga pengajar – pembelajaran merupakan proses untuk knowledge
prodtion knowleg transmission, dan knowledge application. Sementara itu, TI
adalah alat yang dapat mempermudah dan mempercepat terjadinya proses tersebut.
Tenaga pengajar perlu memiliki sikap dan pengetahuan yang jelas tentang hal
tersebut, sehingga tidak menjadikan TI sebagai pembelajaran itu sendiri. Oleh
karena itu, persiapan tenaga pengajar dimulai dari tahap penyadaran, sampai
tahap adopsi dan pemanfaatan perlu dilakukan, melalui berbagai cara, seperli
pelatihan, learning by doing, sekolah lanjut. Kesiapan tenaga pengajar
meliputi computer., and intenet literacy, pengetahuan teknis dan
operasional komputer dan internet, keterarnpilan merancang pembelajaran
berhasis TI keterampilan memproduksi pembelajaran berbasis TI, serta
keterampilan mengintegrasikan TI dalam sistem pembelajaran secara umum.
Institusi pendidikan perlu melakukan penataan tentang penghargaan bagi tenaga
pengajar yang telah mulai berpartisipasi dalarn pemanfaatan TI, sebagai salah
satu bentuk motivasi ekstemal.
(7)
Kendali mutu dan penjaminan mutu – Inisiasi pembelajaran berbasis TI perlu
disikapi sebagai proyek pengembangan kualitas pembelajaran. Dalam hal ini,
perencanaan secara konseptual maupun operasional merupakan syarat yang tidak
dapat ditawar. Pemantauan inisiasi selama dilaksanakan juga merupakan mekanisme
pengendalian mutu yang tidak dapat dihindarkan , kemudian evaluasi keberhasilan
(cost-efftctiveness dan cost efficiency) menjadi mata rantai
akhir untuk menentukan sejauhmana pembelajaran berbasis TI dapat memberikan
hasil yang optimal. Perlu diyakinkan bahwa pembelajaran berbasis TI akan
memberikan hasil sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan,
bukannya berkurang atau menyimpang.
(8)
Kolaborasi dan konsorsiurn – pembelajaran berbasis TI tidak mungkin untuk
berdiri sendiri. Kolaborasi dan pengembangan jejaring keahlian merupakan
landasan dasar dari keberhasilan pembelajaran berbasis TI. Artinya, dituntut
kerjasama dari berbagai pihak dalam beragam peran untuk dapat mengembangkan
pembelajaran berbasis T1, melaksanakannya, serta mengevaluasi serta merevisi
untuk kemudian meningkatkan kualitasnya. Kedelapan strategi tersebut memerlukan
perencanaan dan juga sumberdaya yang tidak sedikit. Apakah kita mampu dan mau
melakukan semua itu? Menurut Machiavelli dalam bukunya The Prince: “There is
nothing more difficu/t to plan, more doubful of success, nor more
dangerous to manage than the creation of a new order of things”. Jika
memang kita perlu berubah , maka kita dapat melakukanyya.
Daftar Pustaka
Garrardus
Polia 2O01. Penerpan e-Education diperguruan
tinggi Tantangan Perkembangan Tehnologi Informasi . Makalah seminar Nasional Matematika XI di
Universitas Negeri Malang.
Khoiruddin
Bashori. 2001 Kelas Bukan “Kuburan”. Majalah Gerbang: Majalah
Surya
Muhammad. Prof.Dr. H. Potensi Tehnologi dan komunikasi dalam peningkataan
mutu pembelajaran di kelas. Pustekkom Depdiknas, 2006
Disusun
Oleh : Kelompok 5
1.
Miftachul Choir
2.
Sudirman
3.
Irianto
4.
Islamuddin
5.
Andi Suharman
Anda Telah Membaca artikel Makalah Manfaat Teknologi Informasi Dan Komunikasi Untuk sisw SMP, Baca Juga Artikel Berikut
Nama Anda